Kenyataan yang tak bisa ia pungkiri. Sejatinya dialah yang membutuhkan seseorang bak mentari yang menyinari kehidupan. Dulu, sekarang, dan esok ia tetap sama. Berjalannya sang waktu tak mengubah dirinya. Ia tetap seorang anak lelaki yang hidupnya dipenuhi dengan kesepian.
Harta benda tidak menjadi tolak ukur kebahagian seseorang. Itulah kalimat yang selalu terbersit didalam benak Dio Alexandra. Bagaimana ia tidak merasa kesepian? Hidupnya saja selalu sendiri, pendiam, tidak pernah berbaur, mungkin 'kuper' (kurang pergaulan) bisa dijadikan julukannya.
Harta benda tidak menjadi tolak ukur kebahagian seseorang. Itulah kalimat yang selalu terbersit didalam benak Dio Alexandra. Bagaimana ia tidak merasa kesepian? Hidupnya saja selalu sendiri, pendiam, tidak pernah berbaur, mungkin 'kuper' (kurang pergaulan) bisa dijadikan julukannya.
Kesepian yang dilanda oleh Dio tidak dijadikan sebagai problem bagi dirinya. Ia tidak terlalu memikirkan hal tersebut, karena sejak kecil dia sudah terbiasa sendiri. Pagi sebelum Dio kecil bangun, papanya sudah berangkat, datangnya selalu malam, itupun Dio sudah tidur. Memang ia tidak sendiri di rumah, tapi ia ditemani dengan Bi Inem yang membantu Dio memenuhi kebutuhannya. Hanya sebatas memenuhi. Hidupnya selalu dihabiskan dengan kesendirian tanpa ada rasa kasih sayang orang tua.
"Aden, berbicara sama siapa?" ujar Bi Inem kepada Lelaki berumur 14 tahun, berambut cepak, berperawakan tinggi dan memiliki tampang introvet. Siapa lagi kalau bukan Dio. Bi Inem memergoki Dio berbicara sendiri tidak hanya satu atau dua kali saja. Hampir setiap hari ia selalu berbincang sendiri. Namun, perbincangannya seperti halnya seorang bercakap - cakap. "Dio, tidak ngobrol kok Bi Inem, Dio kan selalu sendiri. Dio hanya bicara sendiri kok" Dio selalu menjawab seperti itu saat ditanya Bi Inem.
"Hai, Dio!" sapa wanita paruh baya yang masih memiliki paras cantik. Dilihat dari penampilannya, umurnya tidak jauh beda dengan Papa Dio. Wanita itu mendekati Dio yang sedang termenung di kamarnya. "Anak keren kok diem aja kalau disapa" ucapnya ketika Dio masih bergeming dan tak menjawab sapaan tersebut. "Hai juga, maaf tante siapa ya? Papa lagi tidak ada di rumah" jawab Dio. Dio pikir wanita yang memasuki kamar Dio yang didominasi hiasan kartun Ben Ten kesukaanya itu adalah teman kerja papanya.
Tante cantik itu mengulurkan tangannya kepada Dio "Kenalin, Nama tante Alexa, tante udah tau tentang kamu." "Tante Alexa?" jawab Dio sambil menyambut uluran tangan wanita paruh baya tersebut. "Dio, tante kesini bukan untuk menemui papa kamu. Tante ingin berjumpa dengan Dio si jagoan kecilnya papa" "Papa tau kalau tante akan menemui Dio?" potong Dio. "Sayang, tante kesini itu tidak ada yang tau, nanti Dio tidak usah cerita kepada siapapun ya kalau tante kesini, nanti tante akan selalu menemani Dio setiap hari. Dio mau janji?" "Iya tante, Dio janji tidak akan cerita kepada siapapun" janji Dio. "Tante, Dio boleh panggil Tante Alexa dengan sebutan mama". "Boleh, sayang".
Tiap hari, tiap waktu Dio selalu ditemani oleh Alexa. Keberadaan Alexa tidak terlalu mengundang banyak perhatian. Alexa hanya bisa dilihat oleh Dio saja. Bi Inem dan Papanya tidak pernah mengetahui sekelumit rahasia ini".
Bi Inem yang memergoki Adennya selalu berbincang sendiri pun tak kuasa menahan diri untuk tidak memberikan informasi ini pada Andra papanya Dio. "Besok lusa, saya akan pulang Bi. Terima kasih atas informasinya" jawab Andra saat ditelepon oleh Bi Inem". Andra memang papa yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Ia tidak pernah memberikan perhatiannya secara langsung pada Dio. Ia hanya memberikan perhatian tersirat saja. Itu pun dari jarak jauh. Dio bertemu dengan papanya dua minggu sekali. Satu hari tidak akan cukup untuk merasakan kebersamaan dengan putra semata wayangnya.
Sudah satu minggu ini Alexa tidak pernah menampakkan dirinya. Jujur, Dio sangat merindukannya. Dio merindukan kehadiran sosok yang sangat disayanginya. Kehadiran Andra dua minggu lalu menambahkan kebahagian Dio. Namun, kebahagiaan itu terasa berkurang ketika Alexa pergi meninggalkannya. "Dio, Tante pergi dulu ya. Dio tidak boleh nakal !" pesan Alexa yang selalu terngiang di kepalanya. Alexa tidak pernah menampakkan dirinya sejak saat itu. Tiga hari pertama Dio masih menunggu. Namun yang ditunggu tak kunjung menampakkan dirinya. Dio yang merasa kehilangan sosok Alexa, merasa sangat merindukan kehangatan sesorang yang dipanggilnya dengan sebutan mama. Sudah 4 hari Dio demam dan selalu memanggil mama, mama, dan mama.
Andra yang menyaksikan kondisi Dio dengan mata kepalanya sendiri tidak diam saja. Ia mengambil langkah seribu dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Selama empat hari itu, Andra selalu menemani Dio tanpa terlewatkan 1 menit saja. Keperluan Andra dan Dio selalu diantar Bi Inem dan Bang Ucup. Di hari ke lima demam yang dialami Dio sudah menurun. Kondisi dio sudah tidak separah waktu pertama dibawa ke rumah sakit. Alat bantu pernapasan yang melekat dalam dirinya sudah terlepas. Hanya sisa selang infus saja. "Dio, papa boleh tanya sesuatu sama Dio". Dio mengerjap - ngerjapkan matanya, pertanda ia penasaran dengan apa yang ditanyakan oleh papanya. "Dio, kata Bi Inem... Dio selalu berbincang sendiri ya? Dio berbicara sama siapa sayang? Dio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan. Disisi lain dia sudah berjanji dengan Mama Alexa. Disisi lain papanya mendesak bertanya tentang seseorang yang selalu berbincang dengan Dio.
Kebingungan melanda dirinya. Banyak pertimbangan yang dipikirkan dalam benaknya. "Kalau aku cerita sama papa, papa pasti tau keberadaan Mama Alexa" gumam Dio dalam hatinya. "Papa, maafin Dio ya kalau Dio udah sembunyiin rahasia dari papa". "Sebenarnya Dio itu tidak berbicara sendiri, Pa. Dio ditemani tante cantik". "Tante cantik sayang?" "Iya papa tantenya cantik. Tapi, Dio lebih suka memanggilnya mama" jelas Dio penuh semangat. "Sayang, nama tantenya siapa? "Kok nggak pernah bertemu papa?" "Papa, kata mama. Dio harus merahasiakan perjumpaan kita". "Dio, papa boleh tau namanya mama?". "Mama Alexa, pa" nama yang disebut oleh Dio bagaikan badai di musim kemarau. Andra terkejut bukan main. Dio menopang dagunya, sambil menatap papanya kebingungan. Melihat wajah Dio, Andra langsung memeluk putra semata wayangnya itu.
Kebingungan melanda dirinya. Banyak pertimbangan yang dipikirkan dalam benaknya. "Kalau aku cerita sama papa, papa pasti tau keberadaan Mama Alexa" gumam Dio dalam hatinya. "Papa, maafin Dio ya kalau Dio udah sembunyiin rahasia dari papa". "Sebenarnya Dio itu tidak berbicara sendiri, Pa. Dio ditemani tante cantik". "Tante cantik sayang?" "Iya papa tantenya cantik. Tapi, Dio lebih suka memanggilnya mama" jelas Dio penuh semangat. "Sayang, nama tantenya siapa? "Kok nggak pernah bertemu papa?" "Papa, kata mama. Dio harus merahasiakan perjumpaan kita". "Dio, papa boleh tau namanya mama?". "Mama Alexa, pa" nama yang disebut oleh Dio bagaikan badai di musim kemarau. Andra terkejut bukan main. Dio menopang dagunya, sambil menatap papanya kebingungan. Melihat wajah Dio, Andra langsung memeluk putra semata wayangnya itu.
"Dio tau nggak makna nama belakangnya kamu?" Dio menggeleng dan menatap Andra penasaran. "Dio Alexandra. Nak, nama itu gabungan nama papa dan mama. Alexa adalah mama kamu, Nak" terang Andra sambil berkaca - kaca. "Bukannya, Mama Dio namanya Seruni". "Iya sayang, Mama Dio adalah Seruni Alexa Assegaf. Papa berharap, Dio mau mengikhlaskan mama. Papa janji, papa akan selalu disamping Dio. Papa tidak akan meninggalkanmu sayang".
Lenteraku telah kembali. Kini papa menampakkan cahaya dan kehangatannya lagi. Nuansa yang aku rindukan sejak kecil telah terjadi. Memang mama pergi meninggalkanku, tetapi dihatiku akan selalu terukir namanya. Kulangkahkan kaki lebih maju. Meninggalkan masa laluku yang begitu hening. Aku sadar hidup selalu berjalan kedepan. Cukup, aku mengambil pelajaran saat aku menengok kebelakang.
Komentar
Posting Komentar