Langsung ke konten utama

Saksi Bisu

Musim gugur akan selalu indah baginya. Dimana ia bisa merasakan indahnya daun yang berguguran. Kesejukan menyeruak dalam hirupan. Ketenangan jiwa yang menyelimuti terasa tak ada beban yang diemban. Musim ini akan selalu menjadi bagian terpenting bagi Alya. Bongkahan kenangan yang membuatnya lebih baik terdapat dalam musim ini.

Alya Min Ho adalah mahasiswa di Universitas Hanguk. Ia bertempat tinggal di Seoul bagian Selatan. Gadis berambut hitam legam dan memiliki warna lensa biru ini merupakan darah campuran antara Indonesia dan korea. Ibunya berasal dari Jakarta, Indonesia. Sedangkan ayahnya memang asli orang Seoul,Korea.

Hampir dua tahun ia tingal di Korea. Seoul kota yang ia pilih untuk berhijrah dari Indonesia. Tempat ini terkenal dengan keindahan musim gugurnya. Disamping itu ia ingin lebih dekat dengan ayahnya yang bernama Park Min Ho. Sebenarnya ia sangat senang tinggal di Indonesia, bahkan ia tidak ingin meninggalkan tempat kelahirannya. Alya bangga terhadap negeri bak tanah surga. Keindahan alamnya tak kalah indah dengan pemandangan alam di Seoul.

Seandainya rasa getir itu tidak hadir dalam hidupnya. Alya tidak akan meninggalkan Indonesia. Dia tidak kuat menahannya. Setiap kali ia ingat, hatinya bagai disayat-sayat. Semakin Alya bersikeras melupakannya, kenangan itu semakin sering bermunculan dalam memori pikirannya.

Saat itu Alya sedang duduk di kelas 7 SMP. Ia memiliki tetangga baru pindahan dari Bogor. Mereka memiliki seorang anak laki-laki dua tahun lebih tua dari Alya. Anak itu bernama Alex. “Nama yang keren, sekeren anaknya. Hehehe” ucap Mama Alya. Alex hanya membalas pujian itu dengan sunggingan senyum indah yang ia miliki.

Alex disekolahkan di SMP yang sama dengan Alya. “Alya, titip Alex ya, ia masih belum tahu seluk beluk Jakarta”. “Iya bu, saya akan berangkat bersama dengannya agar ia tidak tersesat”. “Terima kasih Alya”. “Kami berangkat” ucap Alya dan Alex secara berbarengan.

Alex adalah putra tunggal keluarga Nugroho. Ia pindah ke Jakarta karena ayahnya ada dinas di Jakarta. Ia sangat senang bertemu dengan Alya. Kesepian dalam hidupnya berangsur hilang tertelan berjalannya waktu setelah mengenal Alya. Hadirnya Alya membuat Alex seakan-akan memiliki seorang adik, yang harus ia jaga dan ia lindungi.

Lambat laun, hubungan Alex dan Alya semakin akrab. Bahkan mereka sering dijuluki seperti lem. Teman-teman sekolahnya sering bilang “Dimana ada Alex pasti ada Alya”. “Kan, kita seperti saudara. Apapun keadaannya gue harus jaga Alya” jawab Alex kepada teman-temannya. “Owh saudara”
Seperti itulah Alex dan Alya. Selalu bersama dalam suka maupun duka. Alex bagai pelipur lara bagi Alya, begitu pula sebaliknya. Mereka saling melengkapi kekurangan masing-masing. Hal yang menjengkelkan mereka anggap suatu perkara yang lumrah.

Alya selalu ingin bersama Alex. Dia ingin harinya akan selalu indah dan tidak akan berubah. “Sekecil apapun perubahan itu, jangan sampai merusak hubungan ini” harapan Alya yang terselip dalam doanya.
Bagi Alya, Alex bukan hanya sebagai saudara. Ia memiliki pandangan sendiri terhadap perasaanya. Mungkin Alex hanya menganggap Alya sebagai adiknya tidak kurang dan tidak lebih. Namun bagi Alya, Alex akan menjadi orang yang menempati lubuk hati terdalamnya. Alex menjadi orang istimewa dihati Alya. Jantung Alya berdetak lebih kencang saat bersama dengan Alex. Alya berharap rasa itu juga dimiliki oleh Alex. Ia berharap agar rasanya terbalaskan.

Roda waktu terus berjalan sebagai mana mestinya. Sekarang, Alex bukan anak SMA yang masih ingusan. Pemuda keren dari Fakultas Kedokteran Semester 3 merupakan julukan yang dimiliki Alex sekarang. Baginya Alya hanyalah seorang teman yang ia anggap sebagai adiknya. Walaupun Alya sudah kelas XII, ia tetap menganggap bahwa Alya adalah gadis kecil yang harus ia jaga dan ia lindungi.
Cara Alex memperhatikan Alya, membuat Alya tertarik dengan Alex. Alya berharap, Alex tidak hanya menjadi seorang kakak saja. Ia berharap lebih dari itu. Alya ingin cinta pertamanya akan berakhir dengan kebahagiaan. Seperti halnya kehidupan dalam drama.

Alya pernah berpikir “apakah ini cinta monyet?” Cinta seorang anak remaja yang bergejolak asmara. Tuluskah rasa itu? Biarlah waktu yang menjawab. Memiliki perasaan yang sama merupakan keinginan Alya. Ia berharap, Alex memahami perasaannya sebagai seorang laki-laki. Bukan seorang kakak.
Terlalu dalam rasa tulus Alya. Ia bagai satu kesatuan tak bisa dipisahkan. Alya sangat mencintai Alex. Akankah, Alex memiliki perasaan yang sama? Berbagai pertanyaan muncul dibenak Alya.

Alya kurang cepat mengambil langkah. Orang yang lebih pemberani, lebih memilih mengutarakan perasaanya kepada Alex. Tanpa berpikir panjang, Alex menerima gadis tersebut. Alex melupakan Alya. Sebelum-sebelumnya Alex selalu meminta pendapat, saran, dan solusi dalam mengatasi masalah. Sekarang Alex memutuskannya sepihak. Ia tidak meminta pendapat Alya lagi. Ia menganggap Alya hanya angin berlalu dan selamanya Alya akan ia anggap sebagai adiknya.
“Alex kurang peka, aku menyayangi Alex. Tapi kenapa ia meninggalkanku?” “Kenapa,kenapa? Apa salah Alya, Alex? Apa? “Rasa ini semakin dalam,Lex”. “Tak akan mudah kumelupakannya”. “Kamu pasti tahu perasaanku, kenapa kamu diam?”

Alya kecewa kepada Alex. Alya tidak ingin menerima getirnya keputusan itu. Alya ingin mengubur dalam-dalam perasaannya. Namun, semakin ia bersikeras melupakan. Kenangan itu tetap mengalir dalam pikirannya seperti halnya sekarang. Meskipun Alya berada jauh dari Alex. Alya masih tetap terngiang-ngiang akan masa lalunya.

Masa lalu yang ia hindari. Dengan seiring berjalannya waktu. Alya mulai menghadapi masa lalu itu. Biarlah masa lalu itu berbaris rapi, untuk dikenang. Tidak peduli bahagia atau sedih, biarlah waktu yang menjadi obat.

Biarlah musim gugur ini menjadi saksi bisu cintanya yang tak terbalas. Biarlah hal itu berjalan sebagai mestinya. Biarlah kesedihan ini tertelan oleh berjalannya waktu. Seandainya waktu bisa diputar balikkan, Alya tidak akan memilih mengenal Alex lebih dalam.

Alya tidak ingin membenci Alex. Ia mengikhlaskan Alex sebagaimana daun yang berguguran dimusim semi. Ia tidak pernah membenci angin sedikitpun walau angin tega merenggutnya dari pohon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Kehidupan

Maafkanlah aku bila kata yang kuuntai tak semanis madu dan tak seindah irama dalam lagu. Dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, kadang aku terlalu mengambil hati. Entah, atas dasar apa hati ini tersakiti oleh mereka yang tak sedikit pun bertanggung jawab. Akankah aku terlalu berlebihan akan hal ini? Biarlah semua ini berjalan sebagaimana mestinya. Andaikan aku boleh meminta. Aku ingin memiliki kebersamaan dalam suka ataupun duka. Kuingin merangkai kehidupan yang bisa aku kenang entah esok ataupun lusa.

Melangkahkan Kaki untuk Pergi

• Identitas Buku Judul Novel : Pergi (Dwilogi Novel Pulang) Pengarang         : Tere Liye Jumlah Halaman : 455 Halaman Penerbit                 : Republika Tahun terbit : April 2018 • Sinopsis Pergi merupakan judul novel dwilogi dari Pulang. Novel ini merupakan kelanjutan dari  kisah petualangan Bujang yang memiliki nama asli Agam. Dulu, ia mencari sebuah arti makna pulang dalam jati diri dan hakikat kehidupan melalui perjalanan panjang. Bujang berhasil menemukannya, “Sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang” ujarnya. Bujang tidak hanya pulang bersimpuh di pusara Mamak dan Bapaknya saja, tetapi ia juga pulang kepada panggilan Tuhan. Adapun novel Pergi yang merupakan lanjutannya, menceritakan sebuah kisah tentang menemukan tujuan kemana hendak pergi, melalui kenangan demi kenangan di masa lalu. Serta pertarungan hidu...